Perisai yang Dirindu


Fakta menunjukkan bahwa sikap tendensius hadir dari orang-orang yang membenci Islam dan tidak pro rakyat. Politik tebang pilih, intimidasi pada mereka yang lemah secara strata sosial maupun ekonomi masih menggurita, dan menggigit rakyat.
Pertanyaannya masih sama, mana gelombang panas para intelektual dan ulama, demi pembelaan thdp rakyat? Sibuk apa mereka? Apakah Sama dengan kami yang sibuk mencari urusan perut?
Kami masyarakat kecil, di pelosok desa, tak tahu dan tak tersentuh oleh kepentingan2 dan proses pengurusan penguasa thdp rakyat. Karena bisa jadi kamilah yg nantinya jadi korban ketidakadilan penguasa. Tapi mana suara intelektual dan ulama?
Apakah para ulama dan intelektual menunggu kami lebih tersiksa, sedangkan urusan perut saja setiap hari sudah menyiksa… Padahal kami tak punya kuasa dan jabatan. Juga ilmu pengetahuan. Ujung2nya kamilah yg jadi korban.
Sejatinya kami butuh perisai nyata, tak cukup sekedar perisai lisan, tak cukup sekedar retorika, tp juga perwujudan nyata. Pertanyaannya kapan? Kapan?
#muhasabahdiri

Di ujung Polemik Pemilu, Demokrasi telah Mati Kutu


Kultwiit Inspirasi

__________

1. Dalam beberapa bulan terakhir ini perhatian dan energi masyarakat sangat tersedot oleh pemilihan legislatif dan pemilihan presiden.

2. Sampai hari ini suasana euforia itu belum berakhir. Sehingga tidak ada yang menyadari, atau merenungkan, bahwa demokrasi sudah mati.

3. Secara prosedural proses demokrasi yang mengandaikan “jujur, adil, langsung, dan bersih”, sudah dari awalnya tidak terjadi.

4. Pelaksanaan proses demokrasi, sejak jatuhnya Orde Baru, malah makin buruk. Politik uang, manipulasi, dan kecurangan lain, makin marak.

5. Manipulasi dan kecurangan-kecurangan itu semakin kasar, semakin luas, dan kasat mata, semakin dimaklumi, dan diterima saja.

6. Sedangkan akibat buruk dan langsung dari proses demokrasi sudah semakin diketahui secara umum: kepemimpinan yg sangat koruptif.

7. Apalagi yg bisa kita katakn kalu otoritas resmi, Mendagri RI, Gamawan Fauzi, tlh ungkapkan 296 Kepala Daerah tersangkut masalah hukum?

8. Dan bahwa 86% dr seluruh Kepala Daerah di RI yg tersangkut hukum itu terlibat kasus korupsi. Banyak di antaranya sudah masuk bui.

9. Dan watak koruptif itu bukan pada produknya saja tapi juga pd prosesnya itu sendiri, artinya dari awalnya sampai di akhirnya.

10. Di awalnya dimulai dg pencitraan manipulatif, di tengahnya dg jual-beli suara, dan di akhirnya pd sengketa di tingkat mahkamah.

11. Proses demokratis, dengan demikian, tidak lain hanyalah mesin yang mekanistis, serta mudah dimanipulasi, dan selalu dimanipulasi.

12. Pemilihan pemimpin melalui proses demokrasi adalah formula matematis, kelebihan satu suara, cukup menjadikan seseorang pemenang.

13. Tidak peduli bila satu orang penyumbang kemenangan itu tukang becak, seorang bandit, profesor atau kiyai. Yg dapat, dia yg menang.

14. Sbg formula matematis proses demokrasi melalui pencoblosan suara mudah dimanipulasi, pd tiap tingkat, dr pencoblosan sampai hitung suara.

15. Dari proses yang tengah berlangsung saat ini kita mendapatkan konfirmasi: korupsi dan manipulasi dalam demokrasi bukan teori.

16. Demokrasi adalah korupsi dan manipulasi itu sendiri. Teori Jurdil dan Luber di atas, hanya teori belaka. Demokrasi telah mati.

17. Lima belas tahun kita berdemokrasi liberal tlh mengajari bhw bukan cuma prosedurnya saja yg mati, secara substansial adalah gagal.

18. Demokrasi, secara substansial, gagal menghasilkan pemimpin dan kepemimpinan yang terbaik dari lapis masyarakat.

19. Yang muncul, dan lahir dari proses demokrasi, adalah kepemimpinan buruk dari lapis masyarakat terburuk. Para petruk yang menjadi ratu.

20. Telah disebut di atas pernyataan otoritas paling resmi negeri ini: 86% kepala daerah korupsi. Di lembaga legislatif, DPR, sama saja.

21. Tidak usah ditanya sayap ketiga demokrasi, lembaga yudikatif, bahkan Mahkamah Konstitusi – pintu terakhirnya pun – bobol dikorupsi.

22. Maka, renungkan dan pikirkan kritik2 atas sistem demokrasi itu, bukan saja yang datang sekarang, tapi dari asal-muasalnya dulu.

23. Plato sdh ingatkan dekadensi manusia ditunjukkan pada wataknya yg semakin hari semakin rendah, yg tercermin pada sistem politik.

24. Derajat manusia tinggi cinta pada pencarian kebenaran, pada diri para filosof, yang turun pd kecintaan status, yaitu para kesatria.

25. Derajat itu kemudian melorot lagi pada mereka yang menonjolkan kecintaan akan harta benda, ini pada kaum plutokrat.

26. Lalu, lebih rendah lagi dari plutokrat, level terakhir, mendahulukan kecintaan segala keinginan syahwati. Inilah para DEMOKRAT.

27. Bukan cuma pemikir kuno, Plato, pemikir modern Friedrich Nietzche, yatakan demokrasi hanya benar2 cocok bagi bangsa sontoloyo.

28. Demokrasi, bagi Nietzsche, adalah gejala suatu masyarakat telah membusuk hingga tak lagi mampu lahirkan “pemimpin2 agung”.

29. Lebih jauh ia katakan demokrasi, yg nyamakan semua manusia, bertentangan dg kodrat alam yg realitasnya membeda2kan derajat manusia.

30. Doktrin persamaan manusia itu hanyalah kebohongan. Bagi Nietzsche kawula adalah kawula, raja adalah raja.

31. Orang-orang yang layak jadi pemimpin, bagi Nietzsche, hanyalah mereka yang dilahirkan sebagai Ubermensch, Manusia Unggul.

32. Manusia Unggul adalah manusia yang lebih kuat, lebih cerdas, lebih berani, serta lebih melayani dan mengayomi. #Ubermensch

33. Hanya pra Kesatria miliki daya panggil sejati (noblesse oblique) yg tak mungkin diperoleh scr instan melalui prosedur asal contreng.

34. Demokrasi cara memilih pemimpin paling dungu, asal contreng, asal dapat 1 suara lebih banyak dr rival. Para kere munggah bale!

35. Dan ada hal yang lebih mendalam lagi dari matinya prosedur demokrasi dan kegagalannya menghasilkan kepemimpinan bermutu ini.

36. Yaitu: proses demokrasi itu hanya permukaan kesatuan sistem yg tengah membusuk; konsepsi negara fiskal: demokrasi+sistem finansial semu.

37. Seperti demokrasi, sistem finansial yg melandasinya, melalui uang kertas dan perbankan serta kredit berbunga, adalah numerologi.

38. Para pemimpin hasil demokrasi adalah penjaga dan pelaksana sj dari rezim finansial yg tiada basis riilnya kecuali angka2 belaka.

39. Melalui APBN, rezim perbankan jalankan bisnisnya secara masif, melalui utang nasional yg terus membengkak krn bunga berganda.

40. Saat RI merdeka, misalnya, negeri ini tiada berutang. Kini, 70 tahun kemudian, nanggung beban utang > Rp 3100 triliun. #Debtorship

41. Akibatnya hidup rakyat bukan makin mudah dan senang, tp makin susah dan menderita. Tiap orang ikut nanggung utang, sekitar Rp 12 jt.

42. Utang yg hanya membuat makin banyak utang lagi dan makin banyak dan luas negara memajaki rakyat yg sudah menderita itu. #Debtorship

43. NKRI memang belum runtuh. Tapi, lihat AS, dan negara2 Eropa, sumber n kampiun demokrasi dan negara fiskal: tengah membusuk menuju runtuh.

44. Negara fiskal, demokrasi dan sistem perbankannya, produk kapitalisme yg rapuh karena berbasis fantasi, yakni angka2 belaka.

45. Keruntuhannnya akan terjadi secara alamiah, dan tengah dalam hitungan waktu. Anda siap ataupun tidak! End.

sumber: http://chirpstory.com/li/223806

==============================================================================

Bagi kita, calon rakyat negeri yang dirindukan, pasti bergidig membaca kultwit Pak Zaim. Kita semua pasti merasakan dan mampu mengindra, apa yang telah terjadi dengan negeri Indonesia tercinta. Demokrasi benar-benar tak mampu membuktikan kegagahannya. Ia hanyalah bualan kosong dan pahit. Tak layak untuk rakyat. Tak mungkin untuk diharapkan. Kesemuan demokrasi yang berawal dari materi berujung pada kebangkitan semu. Oke, saat ini kita merasa baik-baik saja, tapi lihatlah, demokrasi sedang menunggu mati.

Demokrasi yang terlahir dari rahim gagal Sekulerisme memang tak pernah mampu memanusiakan manusia. Namanya saja sekulerisme, paham ketika Tuhan tak memiliki kedaulatan apapun atas kehidupan kita di dunia. Padahal Allah adalah Sang Pencipta yang sudah pasti tahu siapa kita dan harus bagaimana manusia di dunia. Maka, demokrasi yang gagal itu, semestinya dibuang jauh-jauh dari pemikiran bahkan jalan hidup kita ummat Islam.

Jauh-jauh hari, Rasulullah telah menyampaikan firman Allah untuk meninggalkan apa yang tidak diperintahkan oleh Allah termasuk demokrasi. Maka perhatikanlah dengan seksama firman Allah dalam surat Al Maidah ayat 49 sampai 50. Ketika Allah memerintahkan manusia berhukum dengan Al qur’an dan As-Sunnah. Bukan berhukum dengan hukum jahiliyyah. Bukan demokrasi dan sejenisnya.

Khilafah adalah satu-satunya model sistem pemerintahan yang dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabat. Menerapkan hukum Allah tanpa terkecuali. Menjaga aqidah ummat dengan tegas. Menjamin kesejahteraan ummat tanpa kekecewaan sedikit pun. Allah telah berjanji dalam surat Al’araf ayat 96:

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.

Maka, sistem apa yang semestinya manusia pilih? Demokrasi atau sistem Islam? Sudah pasti jawabannya adalah sistem Islam yakni Khilafah.
Allahua’lam. [ads]